Blogger Template by Blogcrowds

Kurikulum pendidikan di Indonesia (khususnya untuk strata 1) yang masih mengharuskan penulisan skripsi sebagai tugas akhir seringkali menjadi kendala tersendiri bagi mahasiswa. Hal ini dapat dimaklumi karena tidak semua mahasiswa berbakat dalam bidang penelitian dan urusan tulis-menulis. Bahkan, mungkin bukan hanya mahasiswa, sebagian dosenpun tidak terlalu menggandrungi urusan yang satu ini sebagai bagian menarik dari aktivitas ilmiah mereka. Selain urusan bakat, keterbatasan literatur, basis-data dan lingkungan akademis yang belum beriklim riset diduga kuat ikut mempengaruhi persoalan ini
Salah satu permasalahan awal bagi mahasiswa di semua level, mulai dari strata 1 sampai strata 3 sekalipun adalah sulitnya menemukan masalah penelitian yang ingin diangkat. Ah, Hal ini mengingatkan saya pada gurauan seorang dosen metolodogi penelitian di kampus tempat saya belajar. Beliau berujar, "Kalian dalam masalah besar ketika tidak punya masalah (penelitian)".
Well, kembali ke topik. Bagi mahasiswa jurusan akuntansi, mengapa anda tidak berpikir untuk meneliti pada bidang perpajakan saja untuk skripsi anda? Mungkin anda akan bertanya apa menariknya penelitian pajak? Ok, saya akan beberkan beberapa alasan mengapa penelitian pajak itu menarik untuk dilakukan?. Pertama, pajak itu sendiri melingkupi aktivitas keseharian kita. Tepatlah kiranya seperti yang pernah diungkapkan salah satu presiden terpopuler AS, di dunia ini tidak ada yang pasti,kecuali bayar pajak dan mati. Nah, sekarang lihat kehidupan anda dari bangun tidur sampai tidur lagi. Kedua,dari sisi yang lebih makro, postur APBN di negara kita dibentuk secara substansial oleh penerimaan dari pajak. Maka mengetahui hal ini lebih jauh tentu seharusnya menarik bagi kita. Kita dapat memulainya dengan beberapa pertanyaan mendasar seperti, mengapa target APBN tidak pernah tercapai? mengapa orang-orang enggan untuk patuh? bagaimana pemerintah mengatasi ketidakpatuhan yang ditunjukkan oleh wajib pajak, apakah konsultan pajak justru membuat wajib pajak lebih agresif? mengapa korupsi yang merajarela dapat dihubungkan dengan pajak? atau mempertanyakan mengapa pemerintah sampai memberikan pengampunan?.
Alasan ketiga, perpajakan telah diakui sebagai bagian dari ilmu akuntansi. Tidak jarang kita menemui orang yang mempertanyakan penelitian pajak ini pertanyaan yang kesannya mendasar, akuntansinya dimana? AAA sebagai salah satu organisasi profesi akuntansi telah mengakui pajak sebagai salah satu bagian dari ilmu akuntansi. Abbott (1998) pernah mengatakan tax is often considered as a core area of accounting along with auditing. Beberapa argumen pendukung untuk alasan ketiga ini antara lain adanya Kompartemen Akuntan Pajak dalam organisasi profesi akuntansi (IAI), pengelolaan beberapa jurnal perpajakan berada di bawah naungan profesi akuntansi. Sebagai contoh, Journal of American Accounting Taxation (JATA) dikelola oleh AAA, sama  halnya dengan The Accounting Review. Masih ragu? Semoga tidak. Alasan keempat mengapa meneliti pajak. Dari perspektif sudut pandang, metodologi dan teori penelitian pajak dalam akuntansi sangat menarik. Dari sudut pandang, kita dapat meneliti pajak dari perspektif keperilakuan maupun perspektif keuangan. Bagi anda yang terbiasa dengan angka-angka pasar modal, silakan lakukan penelitian dari kesukaan anda tersebut. Artikel Shevlin dan Shackelford (2001), Hanlon dan Heitzman (2010) atau Graham, Raedy dan Shackelford (2012) dapat dijadikan sebagai menu sarapan pagi atau makan malam untuk mendapatkan ide-ide yang bernas. Dari perspektif keperilakuan, karya seminal Lewis (1982), atau Allingham dan Sandmo 10 tahun sebelumnya, dapat menjadi argumen dasar kita. Jurnal-jurnal top nan terkenal seperti The Accounting Review, Behavioral Research in Accounting atau Accounting,Organization and Society banyak sekali memuat artikel dengan pendekatan keperilakuan ini. So, mengapa tidak lanjutkan saja langkah anda. Dari aspek metoda riset, riset perpajakan dapat anda lakukan dengan berbagai pendekatan seperti eksperimen (nanti kita bahas lebih mendalam di lain kesempatan), survey, data arsip (archival research) bahkan studi kasus. Banyak pilihan bukan? tinggal sesuai dengan selera anda. Dari aspek teori, kedua perspektif keperilakuan dan keuangan telah mengakui pentingnya teori dari multidisiplin untuk melengkapi teori-teori dari ekonomika dan keuangan. Hanlon dan Heitzman pernah mengatakan, sifat multidisiplin dari penelitian pajak membuatnya menjadi menarik, juga sedikit lebih sulit.
So guys, mengapa tidak meneliti pajak saja untuk skripsi, tesis atau bahkan disertasi anda? Saya tidak hanya menyarankan, tapi telah (sedang) melakukannya untuk disertasi saya. Good Luck, semoga anda lulus sekolah sesuai harapan. Aamiin.


 



Salah satu isu kontroversial seputar tax amnesty adalah keefektifan program dalam jangka panjang. James Alm, Michael Mckee dan William Beck (1990) dalam studi mereka yang dimuat dalam National Tax Journal mengemukakan bahwa para pendukung program ini setuju bahwa one-time amnesty dapat meningkatkan kepatuhan pajak dalam jangka panjang jika program ini diikuti dengan pengeluaran pemerintah yang memadai untuk upaya enforcement dan pinalti yang lebih besar untuk pengemplang pasca-program. Lainnya berargumen bahwa program ini bermanfaat bagi pemerintah untuk mengatasi masalah perpajakan jangka pendek, memberikan kesempatan kepada para pengemplang pajak untuk kembali ke “jalan yang benar” yang diikuti pemfasilitasian monitoring kepatuhan jangka panjang mereka, menyediakan sebuah opsi “lunak” bagi penggelap pajak untuk keluar dari kesalahan dan rasa bersalah serta memberikan sinyal yang kuat kepada semua pembayar pajak- yang sebelumnya jujur maupun pengemplang- bahwa pemerintah aware dengan masalah penggelapan pajak. Argumen tambahan adalah bahwa program ini berjalan baik sebagai  pengantar menuju reformasi pajak baru. Di Indonesia sendiri, selain UU Amnesti Pajak, perubahan terhadap UU pajak lainnya juga sedang diusulkan.
            Di sisi lain, tidak sedikit yang memandang sinis keefektifan program ini sebagai alat fiskal pemerintah. Sebagian besar berpendapata bahwa program tax amnesty ini akan memberikan dampak negatif kepatuhan pajak sukarela dalam jangka panjang. Beberapa argumen mendukung pendapat ini. Pertama, Wajib Pajak jujur dapat mempersepsikan tax amnesty sebagai perlakuan khusus bagi para pengemplang pajak. Jika wajib pajak kelompok ini kemudian merasa marah (resent) dan tidak adil secara psikologis, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan mengubah sikap dan perilaku kepatuhan sukarela yang selama ini mereka pegang. Secara implisit, dalam pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela, terdapat kontrak psikologis antara wajib pajak dan fiskus. Kedua, Wajib pajak dapat berasumsi bahwa program tax amnesty bukanlah program “one-shot” tetapi dapat berulang di kemudian hari. Jika mereka dapat mengantisipasi bahwa program ini kembali akan diluncurkan di masa depan, maka dapat diduga bahwa kepatuhan pajak mereka akan menurun. Ketiga, wajib pajak dapat mempersepsikan bahwa pemerintah meluncurkan program pengampunan pajak untuk menutupi kelemahan mereka dalam mengatasi penggelapan pajak. Mereka dapat menyimpulkan bahwa pengawasan pajak oleh pemerintah berjalan lemah, yaitu bahwa penggelapan pajak hanyalah “peccadillo” dan para penggelap pajak akhirnya hanya akan dipanggil melalui saluran panggilan norma sosial (social norm appeal). Beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa kritikan-kritikan yang diberikan adalah berdasarkan fondasi yang kuat. Alm, McKee dan Beck (1990) sebagai contoh, menemukan bahwa terjadi penurunan kepatuhan pajak setelah program amnesti diluncurkan. Lebih parah lagi, para wajib pajak patuh dan jujur sebelum program menunjukkan perilaku tidak patuh pasca-program.  Boomerang Effect dari pengampunan pajak ini harus dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah.

“Memaafkan itu hebat, tetapi apakah itu juga merupakan sebuah kebijakan yang bagus?” (Justin M.Ross)

Salah satu agenda program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2014-2019 yang diharapkan diselesaikan dalam tahun 2016 ini adalah pembahasan UU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Jika delapan tahun lalu pemerintah mendeklarasikan agenda pengampunan pajak dengan skala yang lebih kecil, yang populer dengan istilah sunset policy, tahun ini pemerintah mengusung agenda perpajakan yang lebih besar berupa pemberian pengampunan pajak yang lebih dikenal disebut dengan istilah Tax Amensty. Sebagai catatan, Program Sunset policy tahun 2008 berhasil meningkatkan jumlah wajib pajak sebesar 5,36 juta orang dan tambahan pendapatan sebesar 7, 46 triliun rupiah (582 juta dolar AS). Tampaknya, pemerintah ingin mengulang kisah sukses serupa dengan program yang lebih jumbo. Tax Amnesty bukanlah inisiatif baru dan asing. Ia telah ada semenjak 200 tahun sebelum masehi yang diawali di Mesir. Catatan resmi permulaan program ini ada di British Museum.
Berbeda dengan sunset policy yang hanya memberikan pengampunan terhadap sanksi adminsitrasi, Tax Amnesty menyediakan kesempatan (harusnya satu kali) kepada pengemplang pajak untuk membersihkan akun mereka dengan membayar kembali pajak terutang dengan pengurangan atau penghilangan pinalti dan tanpa menjadi subjek kriminal. Penunggak pajak dapat menikmati fasilitas ini dengan syarat bersedia mengungkapkan kesalahan dan pengabaian pajak yang dilakukan di masa lalu. Kegagalan pemenuhan target penerimaan pajak tahun lalu yang diwarnai dengan mundurnya Dirjen Pajak tampaknya semakin menguatkan niat pemerintah untuk menggolkan program ini. Apalagi, tahun lalu terdengar kabar bahwa keuangan negara sempat mengalamani shortfall. Pemerintah, seperti disampaikan Menteri Keuangan, menergetkan penerimaan sebesar US$ 294, 22 miliar dari Program ini.
Pemerintah mengimplementasikan program ini dengan harapan mendapatkan tambahan penghasilan dari tiga sumber potensial. Sumber pertama adalah tambahan pendapatan domestik yang berasal dari penghasilan yang dilaporkan dari sirkulasi bisnis ekonomi bawah tanah (underground economy). Dari penjelasan ini tersirat bahwa tujuan pengampunan pajak bukan hanya sekedar meningkatkan penerimaan negara akan tetapi juga untuk mengurangi secara permanen aktivitas ekonomi bawah tanah. Pengalaman di Turki seperti dipaparkan dalam tesis Huseyin Kara (2014) merupakan salah satu contoh keberhasilan amnesti pajak mengurangi shadow economy. Sumber kedua berasal dari masuknya modal melalui repatriasi sejumlah uang, yang lazimnya berjumlah besar, yang sebelumnya ditransfer secara ilegal ke luar negeri. Selain utang pajak yang diendapkan, larinya modal ke luar negeri menghilangkan potensi penerimaan pajak yang tidak sedikit. Sebagai contoh, pada tahun 1977-1987 saja, di Meksiko terdapat 84 miliar dolar dana yang lari ke luar negeri, berikutnya secara berurutan 58 miliar untuk Venezuela, 46 miliar dolar untuk Argentina dan 31 miliar dolar dana keluar secara ilegal dari Brazil. Sumber penghasilan tambahan potensial ketiga adalah dari pembayaran kembali pajak-pajak yang tidak/kurang bayar sebelumnya. Program amnesti pajak mendorong pembayaran penuh dengan memberikan keringanan atau penghilangan pinalti.
Upaya pencarian sumber pendapatan baru melalui program pengampunan ini sudah jamak ditempuh di berbagai negara. Data menunjukkan bahwa program ini terbukti efektif di beberapa negara dan state di Amerika Serikat. Sebagai contoh, Negara Bagian NewYork memperoleh tambahan pendapatan sebesar 401 juta dolar AS pada program Tax Amesty Tahun 1981. Berikutnya berturur-turut California, Illinois dan Michigan yang memperoleh lebih dari 100 juta dolar dari prgram ini. Namun, kisah pengampunan pajak tidak melulu soal keberhasilan. Negara Bagian Dakota Utara, Idaho, Texas, Kansas dan Missouri hanya mampu menghasilkan tidak lebih dari 1 juta dolar. Dari perspektif cost-benefit, biaya kegagalan barangkali melebihi manfaat yang dihasilkan program ini. Dalam Perspektif yang lebih luas, temuan dari Hasseldine (1998) menunjukkan dari 43 program amnesti di 35 negara bagian antara tahun 1982-1997, penerima pendapatan tertinggi tidak melebihi 2,6% dari total penerimaan pajak sementara yang paling rendah hanya berhasil mengumpulkan sekitar 0,008%.
Di Level negara, Italia meluncurkan program pengampunan pajak tahun 2001 yang dinamai scudo fiscale. Selama 6 bulan program amnesty dijalankan, Italia berhasil menarik 56 miliar Euro dana yang disembunyikan para pengemplang pajak dan menghasilkan tambahan pendapatan sebesar 1,4 miliar Euro (setara dengan 0,4% dari total pendapatan pajak). Selepas keberhasilan ini, Italia merilis program baru yang disebut Super-scudo, yang memberikan kesempatan remisi lebih luas bagi perusahaan-perusahaan. Jerman di bawah komando konselir Gerhard Scroeder pun berhasil membawa pulang dana yang disembunyikan di luar negeri secara signifikan melalui program Tax Amnesty mereka di tahun 2002. Namun, seperti halnya cerita kegagalan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, kisah serupa juga terjadi di level negara seperti di Argentina (1987) dan Prancis (1982 dan 1996). Selain kegagalan membangun kepatuhan pajak dan pencapaian target penerimaan dalam negeri, ketidakberhasilan menarik pulang dana yang disembunyikan di negara-negara “ramah pajak” juga terjadi.
Mengacu kepada berbagai data dan fakta tersebut, pemerintah mau tidak mau harus aware dengan beragam faktor-faktor keberhasilan dan kegagalan program tersebut, termasuk perdebatan mengenai keefektifan tax amnesty sebagai fiscal tool pemerintah. Faktor-faktor tersebut tidak hanya mencakup faktor-faktor ekonomi namun juga faktor-faktor non ekonomi seperti rasa keadilan dan emosi.

Ghifar dan Sepedanya





Hallo Semuanya.

Ini Foto Far dan sepeda. yang Kanan far dengan sepedea baru dan yang satunya lagi far dengan sepeda lawas Far.

Doakan Far cepat besar dan tetap sehat Ya...

Tuhanlah yang paling tahu..

Berapa kali anda mengeluh sehari dalam hidup anda? Berapa kali anda menyalahkan nasib anda dalam 24 jam terakhir? sudah berapa kali dari tadi pagi anda membayangkan andai saja anda menjadi dia (yang berpunya-ilmu, harta, rumah dsb)?Dalam 24 jam terakhir, berapa jam diantaranya anda merasa hidup anda tidak bahagia?

Ok, anda jangan berkecil hati dahulu, tidak hanya anda yang berpikir demikian.Hanya saja anda perlu menyadari bahwa ternyata menjadi bagian kecil dari kelompok yang demikian adalah golongan orang yang merugi dan menyia-nyiakan waktu, hidup dan kebahagiaan yang harusnya anda nikmati.

Tidak semua yang kita inginkan menjadi milik kita. Tanpa bermaksud menggurui, saya ingin mencontohkan sedikit, dan contoh itu adalah diri saya. saya tidak menonjolkan bagaimana saya bisa begini dan begitu tetapi saya ingin lebih menonjolkan bahwa banyak pilihan saya yang dulu tidak tercapai tetapi ternyata dibalik semua itu ternyata saya mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Benar, Tuhanlah yang paling tahu.

Pengalaman pertama, Setamat SD dulu saya ingin melanjutkan sekolah saya ke pesantren, dan pilihannya adalah salah satu pesentren terkemuka di sumatera Barat, tetapi Tuhan berkehendak lain, akhirnya saya masuk di SMP di kampung saya. Mungkin saya akan dapatkan banyak hal seandainya jadi ke pesantren yang saya maksud, tetapi kebahagiaan saya juga luar biasa dengan pengalaman SMP saya. Saya mempunyai guru yang sampai hari ini masih sangat menyanyangi saya, beberapa diantara mereka adalah teladan-teladan inspiratif saya. Dan satu pengalaman paling berharga di masa SMP saya, saya menjadi utusan Jambore Nasional Pramuka ke Cibubur, Jakarta tahun 1996 setelah sebelumnya sekolah kami juga memenangkan Jambore cabang. Ini salahsatu pengalaman paling berharga saya.

Masuk SMA, saya ingin ke SMA di Ibutota kabupaten, meskipun sebelumnya pernah "mengkhayalkan" SMAN di ibukota propinsi, tetapi tetap pada akhirnya sekolah di sekolah kampung juga, SMAN 1 Lintau Buo. Tetapi sekali lagi, saya mendapatkan kebahagiaan dan pengalaman yang luar biasa di sekolah ini. Guru yang inspiratif, bersahabat dan beberapam prestasi individual di tingkat kabupaten pernah saya sabet. Diluar kegiatan kurikuler, bakat olahraga saya sangat terasa. Berbagai even Vollyball pernah saya ikuti meskipun beberapa hanya level tarkam, dengan raihan trophy juara, tetapi tetap sebuah pengalaman luar biasa, apalagi tidak kurang selama 4 Tahun, sayalah salahsatu tulang punggung klub kebanggaan kampung saya dan sekolah saya, bahkan sampai tahun kedua saya menjadi dosen. Luar Biasa pengalaman ini.

Pilihan tempat kuliah saya, sejujurnya Unandlah harapan terbesar saya tetapi saya juga mencoba UGM. Sekolah master saya juga begitu, setelah mencoba beberapa kali ke Luar negeri, akhirnya UGM-lah yang menerima saya. Hmm, baca saja pilihan saya. Tetapi lagi-lagi, Tuhanlah yang paling tahu, saya merasakan pengalaman belajar paling luar biasa yang pernah rasa rasakan. Tentu banyak yang tahu, sayapun akhirnya menemukan pilihan hati, jodoh saya di sana. Setidaknya saya masih bisa berguman, saya akhirnya mencapai UGM.

Pekerjaan?? saya belum mau berkisah banyak karena saya masih sangat baru di dunia ini, baru 6 tahun, tetapi saya menikmati dan sangat bahagia pekerjaan saya.

Teman, Tuhan tahu yang kita butuhkan meskipun kitalah yang punya keinginan.
Jangan mengeluh lagi, senyum dan nikmati aliran hidup ini. Takdir hanyalah ada setelah berbuat yang terbaik, ikhtiar. Dan sedikit cerita saya tadi untuk menegaskan bahwa kebahagiaan tidaklah bersumber dari terpenuhinya semua keinginan kita. Dan percayalah, Tuhanlah yang lebih tahu..

Abstract

The issue for governments in many developing and developed countries is how to improve their financial reporting. Too often this is regarded as a complex technical issue instead of a straight management process based on strategic planning principles. This study focuses on the improvement of the quality of financial reporting by local governments, instead of testing variables influenced local government accounting practice like many previous researches. This study also identify road map/action plan made by local government to get better audit opinion.

This research was conducted by analyzing the causes of audit opinions based on audited financial statement, while the roadmap/action plan undertaken by the Government carried out through interviews.

The result of this research shows that the some general reason for a “not-good” opinion are weaknesses in the application of accounting policies, weaknesses in accounting systems and procedures, management and administration of assets and the weakness of the internal control system.

The most important step they do is following-up recommendations from the audit board on the previous years audit findings, complement and improve the regulation concerning regional financial management and administration and prepare a better assets management and procedures. They are also concern about human resources management, both of quantity and quality and use of information technology in their accounting system. They also assume that the review of their financial statements by officials of Internal Oversight (BPKP, Bawasda, etc.) as one of the important things to improve the quality of their financial statements.

Keywords: Financial Reporting Quality, Audit Opinion, Road Map/Action Plan, Local Government


BACKGROUND

In recent decades, public sector reform and accounting in government has occurred in various countries, including Indonesia. Just like governmental accounting reform have occurred and been adopted in many countries, governmental accounting reform in Indonesia indeed have been going on through a long process started in about 1979-1980 undertaken by Financial Department with a plan for a study of modernization on governmental accounting system. The need for a standard of governmental accounting has been getting stronger in line with the reformation era that strongly demands transparency and accountability in the state financial management.

However, after a couple years the governmental accounting standard has been implemented, the implementation by local governments is still relatively weak. This is evident by the fact that many local governments are still incapable of devising financial statement in compliance with Generally Accepted Accounting Principle, although some regions have managed to devise reliable financial statement and obtained good audit opinion.

An interesting point is, till 2008, there are no local government can defend their previous year achievement, obtained ungualified opinion respectively. That reality bring us to a common consciouness that strategic action plan need by both of them, local government with unqualified opinion and with other than unqualified opinion.

Despite there are many studies of government accounting practices in Indonesia, but still a limited researcher who try to explain empirically causes of inability of local government to get a good audit opinion. Among them, Yudi, Sukoharsono and Affandi (2008) only focused on the weakness of implementation of public sector accounting controls (in this case local government). While it is true that this weakness affects the audit opinion on the financial statements but has not been able to explain more comprehensively the weaknesses in financial reporting by local government. Misra (2009) examined the extent the variables that influence financial accounting practices of local government in Indonesia but not in the form of identifying the problem and the roadmap towards a better financial reporting.

Based on the description of this background, research problem is formulated as follows:

1. What are the factors influence for the qualified opinion, adverse opinion and a disclaimer in the audit of local government financial statements?

2. How Local government action plan to get a better audit opinion based on factors that affect local government accounting practices?

3. How experiences local government who have obtained an unqualified opinion and their action plan to maintain these good opinion?

This study aims to:

1) Identify and classify the factors that the reason for qualified opinion(WDP), adverse opinion (TW) and disclaimer opinion (TMP) in the audit of Local Government Financial Statement.

2) Identify and analyze the experience of local government with the unqualified opinion and their strategic steps (roadmap) to maintain these opinions.

3) Identify and analyze the strategic plan (roadmap) by local governments with opinions other than unqualified opinion to get a better audit opinion.

LITERATURE REVIEW

Governmental accounting reform in indonesia got momentum with the publication of legislation concerning tripartite state and local finances that began with the issuance of Law No. 17 of 2003 concerning State Finance, which requires the existence of a governance Accounting Standards as the basis for preparing the financial statements of government agencies, and strengthened by Law No. 15 Year 2004 concerning the Management Audit and State Financial Responsibility. The law led to the urgent need for Accounting Standards as the basis for preparing and auditing financial statements of government agencies by the BPK (audit board). Without standards, BPK can’t issue the audit opinion. And was published Government Decree No. 24 of 2005 concerning Governmental Accounting Standards. The next challenges faced by government, both central and local, is moving toward accrual bases accounting. This project have been proven by issuance of Government Degree No. 71 year 2010

The issue in many developed and developing countries is how they improve their public sector financial reporting (Macmillan, 2003). Too often this is expressed as a complex technical issue rather than as a straight management process based on a strategic plan.

According to John (2009), the action plan should be implemented in the form of formal and changes made should always come from three aspects which is a prerequisite for improvement of financial management: (1) Competent Human Resources, (2) an established organization, and (3) a reliable infrastructure.

RESEARCH METHOD

This study is a descriptive research. This study will identify and analyze the factors that cause of local government financial statements not obtain an unqualified opinion. This research also will explain the action plan taken by local government to obtain a better audit opinion. This research was conducted on Local Government Financial Statements and Local Government officers as the provider of such financial statements. For purposes of identification and analysis of Local Government action plans, data obtained by structured interviews.

RESULTS AND DISCUSSION

Based on the analysis done, the reasons that make LKPD got opinions other than unqualified opinion will be presented based on classification related to internal control system weakness and compliance with the regulations aspects. More specifically, for local government with adverse and disclaimer opinion, internal control system problems found in audits by the Audit Board (BPK) are as follow: (1) Local government has not set the Systems and Procedures of financial accounting and accounting Policies, (2) Local Governments haven’t revised their regulation concerning Local Government Financial Management, (3) the weakness in the implementation of cash management, (4) appropiateness of letter of responsibility for expenditures, (5) a poor asset management, especially for fixed assets, (6) addition of budget is not followed by a bugdet revision, (7) Financial Administration in Government still not In accordance with Government Accounting Standards.

If analyzed in terms of compliance with laws and regulations, major problems are found on local government with adverse and disclaimer opinions are as follows, first, Several kinds of local revenue Has No Legal Basis. Second, actual social donation expenditure to public organizations have no adequate appropriation and some of them fictitious. Third, Financial assistance to political parties has not been accounted for and is not supported by complete evidence. Fourth, actual expenditure of coordination meeting, representations expenditure and outer regional consultation have no adequate appropriation. Fifth, Expenditure allowances of head of regional and some officers not accordance with the provisions. Sixth, Levy receipts are not deposited into the general cash and use it directly. This clearly violates the rules on income, and seventh, the presence of expenditures that are not based on evidence for fund disbursement (SP2D).

The most important step they do is following-up recommendations from the audit board on the previous years audit findings, complement and improve the regulation concerning regional financial management and administration and prepare a better assets management and procedures. They are also concern about human resources management, both of quantity and quality and use of information technology in their accounting system. They also assume that the review of their financial statements by officials of Internal Oversight (BPKP, Bawasda, etc.) as one of the important things to improve the quality of their financial statements, beside a strong commitment from the leader.

If these requirement present in order, at least there are four factors necessary to make it better. These four things are (1) strong leadership commitment (management commitment), (2) computer equipment, hardware and software, (3) human resources (brainware) who understand the accounting and computer operation as well as existing information systems and (4) sufficient budget to carry out the accounting system at each unit/agency.

Although unqualified opinion has obtained, Pariaman officers remain keep the commitment and attention to some important things to defend such achievement. Some things that still continues to be concern are:

1. Fundamental improvement of accounting and financial reporting systems.

2. Optimizing the application of computer and information technology

3. Better assets administration and management

4. Quality Assurance for LKPD by the Internal oversight board.

5. Improving human resources capacity in the are of accounting and financial management.

Postingan Lama